Halaman

Senin, 27 Januari 2014

MAKALAH KIAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI MALUKU






MAKALAH

KIAT PENDIDIKAN MATEMATIKA DI MALUKU

Disusun oleh :
Selfia Vanath
NPM :
2012 12 030


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI MATEMATIKA
UNIVERSITAS DARUSSALAM AMBON
2014














KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Kiat Pendidikan Matematika di Maluku”.Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi nilai UAS saya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini, dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin



Ambon, 26 Januari 2014

Penyusun


















DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Perkembangan Matematika
1.2. Keterbatasan Matematika
1.3. Manusia sebagai Wahana Pendidikan

BAB II Hakikat Matematika
2.1. Definisi Matematika
2.2. Karakterisrik Matematika
2.3. Sistem dan Struktur dalam Matematika serta Hakim Tertinggi Matematika

BAB III Matematika Sekolah
3.1. Definisi Matematika Sekolah
3.2. Tujuan Pendidikan Mateamtika
3.3.Pola Deduktif dan Induktif, Abstrak – Konkrit dan Number Sense dan Symbol
      Sense

BAB IV Nilai-nilai dalam Pendidikan Matematika
4.1. Arah pembelajaran dan pengembangan Peserta Didik
4.2. Aspek Kognitif, Apektif dan Psikomotor dan Beberapa Nilai lainnya.

BAB V Kiat Guru Matematika
5.1. Melihat Masa Depan
5.2. Meningkatkan Kemampuan Diri Guru
5.3. Strategi, Pendekatan, Metode dan Teknik

BAB VI Tantangan Pendidikan Guru
6.1. Matematikawan dan Pendidikan Matematika
6.2. Pendidikan Guru Matematika

BAB VII Tantangan Pendidikan Guru Matematika di Maluku
7.1. Tantangan dan Hambatan Guru Matematika di Maluku
7.2. Solusi untuk Meningkatkan Kualitas Guru dan Peserta Didik









BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Perkembangan Matematika
Sejarah matematika dimulai ketika orang harus mencatat jumlah yang lebih besar daripada satu. Suku Nomaden kuno menghitung dan mencatat kawanan ternak meskipun mereka tidak memiliki sistem bilangan tertulis. Untuk menghitung mereka memungut kerikil atau biji dan memasukkannya ke dalam kantong. Untuk bilangan besar, mereka menggunakan jari untuk melambangkan bilangan 10 dan 20. Mereka mengembangkan konsep bilangan sebagai lambang yang terpisah dari benda yang dihitung.Sewaktu pencatatan dan perhitungan menjadi lebih rumit, orang menemukan alat untuk membantu proses itu. Abakus adalah salah satu alat yang paling awal. Orang Romawi menyebutnya dengan sebutan calculus, dari situ muncul kata kalkulasi. Pada awal abad pertengahan, swipoa dari Timur muncul di Timur tengah. Sabak juga dipakai dengan menggunakan kerikil.
Secara Geografis, Mesopotamia adalah daerah yang menentukan sistem bilangan pertama kali, dan juga menemukan sistem berat dan ukur. Kemudian Babilonia menggunakan sistem desimal dan π=3,125, mengenal Geometri sebagai basis perhitungan astronomi, Geometrinya bersifat aljabaris. Pada masa ini, mulai menggunakan pendekatan untuk akar kuadrat, Aritmatika tumbuh dan berkembang baik menjadi aljabar retoris, juga mulai mengenal teorema Pythagoras. Ilmuwan Babilonia merupakan Penemu kalkulator pertama kali. Kemudian disusul Mesir Kuno, Yunani Kuno, India, lalu China.
Perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia sangat memprihatinkan, karena rendahnya penguasaan teknologi dan kemampuan sumber daya manusia Indonesia untuk berkompetensi secara global. Indonesia adalah sebuah negara dengan sumber daya alam yang melimpah. Namun masih rendahnya kemampuan anak Indonesia di bidang matematika, mereka beranggapan bahwa pembelajaran matematika itu sulit, serta kurangnya jumlah pengajar yang mengikuti perkembangan matematika. Sekarang di Indonesia sudah ada wadah yang peduli pada pelajaran matematika, namanya yaitu YPMI (Yayasan Peduli Matematika Indonesia) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran matematika di SD, SMP, SMA di Indonesia.
Dalam kemajuan pembelajaran matematika sekarang belum mampu menciptakan pemetaan kemampuan siswa di bidang matematika antar sekolah maupun antar daerah, serta menghasilkan siswa-siswi yang memiliki kemampuan istimewa di bidang matematika. Sebaiknya pihak sekolah, guru, siswa dan pemerhati pendidikan, pemerintah, lebih peduli pada pembelajaran matematika di Indonesia sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi kemajuan pembelajaran matematika di Indonesia.Matematika dikenal sebagai ilmu dasar, pembelajaran matematika akan melatih kemampuan kritis, logis, analitis dan sistematis. Tetapi peran matematika tidak hanya sebatas hal tersebut, seperti bidang lain, seperti fisika, ekonomi, biologi tidak terlepas dari peran matematika. Tetapi kemajuan ilmu fisika itu sendiri tidak akan tercapai tanpa peran matematika dan perkembangan matematika itu sendiri.



1.2  Keterbatasan Matematika
 Pembelajaran untuk anak gangguan intelektual umumnya menggunakan berbagai media, seperti  gambar-gambar, timbangan, dan memanfaatkan dinding di kelas. Pun itu dengan pembelajaran matematika untuk mereka, media yang digunakan juga beragam.

 penyedian media inilah perlu ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru. Pertama, media yang digunakan harus dari bahan yang aman untuk anak gangguan intelektual. Misalnya, angka-angka timbul, gambar-gambar untuk membantu proses penjumlahan, dan lainnya terbuat dari bahan yang ringan dan ukurannya tidak memungkinkan masuk ke dalam mulut dan tertelan.

Kedua, jika media yang digunakan berwarna, gunakanlah satu warna saja untuk satu set media. Misalnya, kartu angka atau huruf hendaknya memiliki warna angka atau huruf yang sama dengan background kartu yang semuanya sewarna pula.  Hal ini dikarenakan anak cenderung akan menghapal warna, bukan materi pembelajaran ada dalam kartu.

Sekarang, kita memasuki metode pembelajaran bagi anak gangguan intelektual, khususnya untuk pembelajaran matematika. Setidaknya ada tiga metode pembelajaran untuk anak gangguan intelektual yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika.
 Tiga metode tersebut adalah
1.         metode demonstrasi,
2.         metode pelatihan atai drill,
3.         metode one on one.

Metode demonstrasi adalah penyajian bahan pembelajaran dengan memperagakan atau menunjukkan proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya atau tiruan yang disertai penjelasan lisan. Melalui metode demonstrasi ini anak bisa melihat secara langsung apa yang harus dilakukannya. Misalnya, saat belajar pengukuran berat badan maka guru melakukan pengukuran berat badan dengan sebenarnya. Kemudian, guru meminta anak membandingkan berat badannya sendiri dengan berat badan murid lain. Melalui metode demonstrasi ini murid bisa lebih mengerti karena langsung menerima  media nyata.

Metode pelatihan atau drill. Metode ini ditujukan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari oleh murid. Guru sudah memberi pelajaran tentang menukur berat badan, kemudian guru memberi soal tentang mengukur berat badan atau membandingkan berat badan.

Metode one on one, yakni metode belajar di mana satu guru hanya membimbing satu murid. Metode yang terakhir ini memang sangat efisien dilakukan untuk mengajar anak gangguan intelektual. Hal ini dikarenakan dengan metode ini guru bisa memberikan perhatian lebih kepada murid.
     
Demikian tiga metode pembelajaran untuk anak gangguan intelektual, khususnya untuk pelajaran matematika ini bisa diterapkan. Satu hal yang perlu diperhatikan guru adalah tiga metode ini bisa diterapkan dan lebih dikreasikan berdasarkan kebutuhan di kelas.

1.3  Manusia sebagai wahana pendidikan

Tujuan pendidikan kita menghendaki agar manusia yang dihasilkan melalui sistem pendidikan kita adalah manusia yang bertakwa dan berakhlak mulia serta cerdas dan terampil. Semestinya tujuan ini dijabarkan menjadi tujuan yang lebih spesifik dan dipraktikkan dalam pembelajaran. Sayangnya, kadang hal ini hanya merupakan retorika belaka daripada menjadi doktrin yang harus diwujudkan. Sering, tujuan pembelajaran yang spesifik dan praktik pembelajaran lepas dari fungsinya sebagai penunjang terwujudnya tujuan pendidikan yang lebih umum. Sering pula, praktik pembelajaran hanya menyentuh domain kognitif demi mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat material, yakni pengembangan kecerdasan, tetapi kurang memperhatikan domain afektif demi mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat formal, yakni pembentukan akhlak.
Pendidikan berbasis kemuliaan akhlak penting diwujudkan untuk menghadang lajunya proses degradasi moral yang mengancam keutuhan jiwa anak. Pendidikan demikian sering disebut sebagai pendidikan nilai yang merujuk pada internalisasi nilai-nilai moral yang bersifat universal, seperti jujur, bertanggung jawab, konsisten, amanah, setia pada janji, cermat, bijaksana, santun, dan sebagainya. Selama ini, disadari atau tidak, pendidikan nilai hanya dibebankan pada mata pelajaran tertentu, seperti Pendidikan Agama atau Budi Pekerti. Pandangan demikian muncul sebagai akibat dari proses sekularisasi ilmu yang mendikotomikan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Para guru mata pelajaran umum hendaknya menyadari bahwa menjadi tanggung jawabnya pula untuk mengembangkan pendidikan nilai. Kesadaran ini perlu didukung oleh kemampuan untuk mengintegrasikan nilai-nilai dalam praktik pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus menguasai substansi keilmuan mereka dan memahami nilai-nilai moral serta memahami dalam konteks apa keduanya dikaitkan. Pemahaman dan penggunaan konteks demikian sangat diperlukan agar proses integrasi berjalan alamiah, mengalir, tidak kaku, dan tidak mengada-ada.
Setiap mata pelajaran berpotensi sebagai wahana pendidikan nilai. Misalnya, matematika dengan berbagai karakteristiknya, berpotensi untuk membentuk anak yang berkarakter cermat, kritis, logis, peka, taat azas, sistematis, menghargai keberagaman, dan konsisten dalam bersikap, serta mampu menempatkan diri sebagai makhluk yang beradab. Sebagai ilustrasi, dalam pembelajaran topik pengukuran, sebelum siswa mengenal satuan pengukuran baku, mereka dapat diminta untuk melakukan pengukuran suatu objek dengan menggunakan satuan tak baku. Diharapkan siswa akan menemukan fakta bahwa hasil pengukuran mereka berbeda-beda, meskipun objek yang diukur sama. Hal demikian dapat dianalogikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa kriteria atau aturan yang berbeda akan memberikan hasil penilaian yang berbeda pula. Sebagaimana dalam pengukuran yang memerlukan satuan baku, maka dalam kehidupan sehari-hari juga diperlukan seperangkat hukum atau aturan baku yang disepakati untuk menilai sesuatu. Dalam konteks lebih khusus, dapat dipahami bahwa aturan paling baku yang digunakan untuk menilai segala sesuatu adalah hukum Alloh yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunah Rasul.
Topik pecahan dapat digunakan untuk membelajarkan nilai kebahagiaan dan kemuliaan. Kita dapat menganalogikan nilai suatu pecahan dengan kebahagiaan atau kemuliaan seseorang dan menganalogikan penyebut pecahan itu dengan kesombongan dan kecenderungan pada nafsu duniawi. Sebagaimana besarnya nilai pecahan yang berbanding terbalik dengan besarnya penyebut pecahan itu, maka kebahagiaan atau kemuliaan seseorang juga berbanding terbalik dengan kesombongan dan kecenderungannya pada nafsu duniawi. Kebahagiaan dan kemuliaan seseorang akan sejajar dengan kerendahdiriannya di hadapan dzat yang Maha Agung, Alloh SWT.
Dalam matematika, kita dapat mendeskripsikan suatu konsep dengan beragam definisi. Misalnya, persegi dapat didefinisikan sebagai segiempat yang berukuran sisi sama dan berukuran sudut sama. Persegi dapat pula didefinisikan sebagai persegipanjang yang berukuran sisi sama. Dapat pula, persegi didefinisikan sebagai belah ketupat yang salah satu sudutnya siku-siku. Selain itu, dapat pula persegi didefinisikan sebagai jajargenjang yang salah satu sudutnya siku-siku dan berukuran sisi sama. Fakta demikian dapat digunakan sebagai wahana untuk membelajarkan pentingnya menghargai keberagaman. Diharapkan siswa menyadari bahwa terdapat beragam cara untuk menyatakan suatu kebenaran.
Demikianlah, matematika mempunyai beragam potensi nilai yang perlu dieksplorasi dan diintegrasikan dalam praktik pembelajaran. Pembelajaran demikian berpotensi menjadi pembelajaran yang lebih kaya, hidup, dan bermakna terlebih jika didukung oleh iklim pembelajaran yang mendukung. Iklim pembelajaran yang mendukung tersebut dapat berujud hubungan dialogis yang harmonis antara guru dan siswa, penggunaan tutur kata yang santun, serta keteladanan perilaku. Pendidikan nilai perlu dilakukan secara konsisten sehingga dapat menjadikan anak sebagai probadi utuh yang tidak hanya cerdas melainkan juga berkepribadian mulia.























 
 BAB II
HAKIKAT MATEMATIKA


2.1. Definisi Matematika
Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.Ada yang berpendapat bahwa Matematika berasal dari bahasa mathematika yaitu studi besaran, struktur, ruang, relasi, perubahan, dan beraneka topik pola, bentuk, dan entitas. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filsafat matematika. Para matematikawan merumuskan konjektur dan kebenaran baru melalui deduksi yang menyeluruh dari beberapa aksioma dan definisi yang dipilih dan saling bersesuaian.


2.2. Karakterisrik Matematika
Ciri utama matematika adalah sebagai berikut
1.       Berpola pikir Deduktif namun pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
2.      Memiliki Kajian Objek Abstrak.
3.      Bertumpu Pada Kesepakatan.
4.      Memiliki Simbol yang Kosong dari Arti. Rangkaian simbol-simbol dapat membentuk model matematika.
5.      Memperhatikan Semesta Pembicaraan. Konsekuensi dari simbol yang kosong dari arti adalah diperlukannya kejelasan dalam lingkup model yang dipakai.
6.      Konsisten Dalam Sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada yang saling terkait dan ada yang saling lepas. Dalam satu sistem tidak boleh ada kontradiksi. Tetapi antar sistem ada kemungkinan timbul kontradiksi.


  2.3. Sistem dan Struktur dalam Matematika serta Hakim Tertinggi Matematika
Disiplin utama dalam matematika didasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah dan memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika: studi tentang struktur, ruang dan perubahan.Pelajaran tentang struktur dimulai dengan bilangan, pertama dan yang sangat umum adalah bilangan natural dan bilangan bulat dan operasi arimetikanya, yang semuanya itu dijabarkan dalam aljabar dasar.
Ilmu tentang ruang berawal dari geometri, yaitu geometri Euclid dan trigonometri dari ruang tiga dimensi, kemudian belakangan juga digeneralisasi ke geometri Non-euclid yang memainkan peran sentral dalam teori relativitas umum. Mengerti dan mendeskripsikan perubahan pada kuantitas yang dapat dihitung adalah suatu yang biasa dalam ilmu pengetahuan alam, dan kalkulus dibangun sebagai alat untuk tujauan tersebut. Konsep utama yang digunakan untuk menjelaskan perubahan variabel adalah fungsi. Banyak permasalahan yang berujung secara alamiah kepada hubungan antara kuantitas dan laju perubahannya, dan metoda untuk memecahkan masalah ini adalah topik dari persamaan differensial. Untuk merepresentasikan kuantitas yang kontinu digunakanlah bilangan riil, dan studi mendetail dari sifat-sifatnya dan sifat fungsi nilai riil dikenal sebagai analisis riil.
Untuk beberapa alasan, amat tepat untuk menyamaratakan bilangan kompleks yang dipelajari dalam analisis kompleks. Agar menjelaskan dan menyelidiki dasar matematika, bidang teori pasti, logika matematika dan teori model dikembangkan. Bidang-bidang penting dalam matematika terapan ialah statistik, yang menggunakan teori probabilitas sebagai alat dan memberikan deskripsi itu, analisis dan perkiraan fenomena dan digunakan dalam seluruh ilmu.






    



























  BAB III
MATEMATIKA SEKOLAH


3.1. Definisi Matematika Sekolah   
Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan disekolah yaitu matematika yang diajarkan di pendidikan dasar (S
D & SMP) dan Pendidikan Menengah (SMU & SMK). Hal ini berarti, bahwa yang dimaksud dengan kurikulum Matematika adalah Kurikulum pelajaran Matematika yang diberikan di jenjang pendidikan menengah kebawah, bukan diberikan dijenjang pendidikan tinggi.
Matematika sekolah terdiri atas bagian – bagian matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan – kemampuan dan membentuk peribadi serta berpandu pada perkembangan IPTEK. Hal ini menunjukan bahwa Matematika Sekolah tetap memiliki ciri – ciri yang dimiliki matematika yaitu memiliki objek kejadian yang abstrak serta berpola piker Deduktif, Konsisten.

3.2. Tujuan Pendidikan Mateamtika         
Adapun tujuan dari pendidikan  matematika adalah sebagai berikut:
1.      Melatih cara berpikir  dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikian, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
2.      Mengembangkan  aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3.      Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4.      Mengembangkan kemampuan  menyampaikan informasi atau meng­komunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.







3.3.Pola Deduktif dan Induktif, Abstrak – Konkrit dan Number Sense dan Symbol Sense    
  1. Pola deduktif
Pola dedutif yaitu suatu cara berpikir di mana pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir silogismus yang secara sederhana digambarkan sebagai penyusunan dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut (Suriasumantri, 1988: 48-49).
Dengan kata lain, penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang merupakan kebalikan dari penalaran induktif. Contoh penarikan kesimpulan berdasarkan penalaran deduktif adalah :
            Semua makhluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidup (Premis mayor)
            Joko adalah seorang makhluk hidup (Premis minor)
            Jadi, Joko perlu makan untuk mempertahankan hidupnya (kesimpulan).
Kesimpulan yang diambil bahwa Joko juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya adalah sah  menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya. Pertanyaan apakah kesimpulan ini benar harus dikembalikan kepada kebenaran premis-premis yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang mendukungnya benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulannya itu salah, meskipun kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikan kesimpulannya tidak sah. Ketepatan kesimpulan bergantung pada tiga hal yaitu kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan penarikan kesimpulan
2.      Pola Induktif
Pola Induktif dimana cara berpikir dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Untuk itu, penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Penarikan kesimpulan secara induktif menghadapkan kita kepada sebuah permasalahan mengenai benyaknya kasus yang harus kita amati sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Misalnya, jika kita ingin mengetahui berapa    penghasilan rata-rata perbulan petani kelapa sawit di Kabupaten Paser, lantas bagaimana caranya kita mengumpulkan data sampai pada kesimpulan
tersebut. Hal yang paling logis adalah melakukan wawancara terhadap seluruh petani kelapa sawit yang ada di Kabupaten Paser. Pengumpulan data seperti ini tak dapat diragukan lagi akan memberikan kesimpulan mengenai  penghasilan rata-rata perbulan petani kelapa sawit tersebut  di Kabupaten Paser, tetapi kegiatan ini tentu saja akan menghadapkan kita kepada kendala tenaga, biaya, dan waktu.
Untuk berpikir induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak dari sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, menurut Herbert L. Searles (Tim Dosen Filsafat Ilmu, 1996 : 91-92), diperlukan proses penalaran sebagai berikut :

1. mengumpulkan fakta-fakta khusus.
Pada langkah ini, metode yang digunakan adalah observasi dan eksperimen. Observasi harus dikerjakan seteliti mungkin, sedangkan eksperimen dilakukan untuk membuat atau mengganti obyek yang harus dipelajari.
2.       perumusan hipotesis.
Hipotesis merupakan dalil atau jawaban sementara yang diajukan berdasarkan pengetahuan yang terkumpul sebagai petunjuk bagi penelitian lebih lanjut. Hipotesis ilmiah harus memenuhi syarat, diantaranya dapat diuji kebenarannya, terbuka dan sistematis sesuai dengan dalil-dalil yang dianggap benar serta dapat menjelaskan fakta yang dijadikan fokus kajian.
3.      mengadakan verifikasi.
Hipotesis merupakan perumusan dalil atau jawaban sementara yang harus dibuktikan atau diterapkan terhadap fakta-fakta atau juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan umum. Proses verifikasi adalah satu langkah atau cara untuk membuktikan bahwa hipotesis tersebut merupakan dalil yang sebenarnya. Verifikasi juga mencakup generalisasi untuk menemukan dalil umum, sehingga hipotesis tersebut dapat dijadikan satu teori.
4.      perumusan teori dan hukum ilmiah berdasarkan hasil verifikasi.
Hasil akhir yang diharapkan dalam induksi ilmiah adalah terbentuknya hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi adalah oleh induksi ialah untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi generalisasi dengan tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan kata lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi penyimpulan berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk diterapkan bagi semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi.

Abstrak – Konkrit
Banyak cara yang bisa dilakukan guru untuk menarik minat siswa dalam belajar matematika. Salah satunya adalah menunjukkan matematika yang abstrak kepada siswa agar bisa dinikmati dan dilihat siswa melalui pengaplikasian teori matematika dalam kehidupan sehari hari.
Mengajarkan matematika yang aplikatif kepada siswa, agar menjadi pelajaran yang mudah dipahami, bukanlah perihal gampang. Selain memerlukan kemauan diri pribadi siswa untuk belajar matematika, dukungan dari orangtua dan guru sangatlah penting. Orangtua dapat memberi dukungan moral maupun materil kepada anaknya sedangkan guru  matematika harus kreatif cara mengajarnya untuk menarik perhatian siswa dalam belajar matematika.
Tanpa disadari, teknologi  yang dinikmati siswa setiap hari adalah produk dari penerapan teori matematika, komputer salah satunya. Komputer merupakan perangkat elektronik yang menggunakan operasi matematika dalam menerjemahkan perintah. Sementara itu, komputer bisa membaca data dalam bentuk bilangan biner yang notabene bisa dihitung dalam mata pelajaran kalkulus. Hal ini bisa menjadi acuan guru dalam memberi stimulus dan menarik perhatian siswa sebelum mengajar tentang kalkulus di depan kelas bahwa dengan mempelajari bab ini siswa akan mampu menguasai bahasa yang digunakan komputer untuk membaca data. Siswa akan merasa tertantang untuk memahami bilangan biner ini sebagai bahasa komputer yang mereka sukai dan gunakan sehari-hari.
Contoh lain dari pembelajaran matematika dengan pendekatan konkret adalah ketika seorang guru mengajarkan pelajaran statistika. Biasanya guru langsung memberi rumus-rumus mengenai statistika tanpa contoh konkrit dalam kehidupan sehari hari. Siswa hanya dituntut mampu menghitung statistik suatu data melalui rumus yang telah diberikan. Ini menunjukkan bahwa tidak ada pengujian dalam bentuk analisis terhadap kemampuan siswa. Siswa hanya melakukan operasi perhitungan seperti biasa. Padahal, guru bisa mengaitkan materi ini ke dalam kehidupan sehari-hari seperti perhitungan cepat suatu pemilihan umum. Setelah memahami bab statistika, guru bisa menguji melalui perhitungan cepat sederhana di sekolah mereka. Mereka tidak harus melakukan ulangan tertulis di dalam kelas. Cukup dengan instruksi perhitungan cepat pemilihan  ketua kelas, siswa bisa menerapkan semua teori–teori statistika yang mereka pelajari. Secara tidak langsung, guru telah menguji banyak kompetensi dasar dari kemampuan belajar siswa. Seperti, bagaimana siswa mengumpulkan data, menghitung data, dan menganalis data. Siswa akan merasa nyaman dengan pengujian seperti ini karena mereka terjun langsung ke lapangan dan melakukan tindakan konkret untuk materi ini.
Pengaitan materi matematika dalam kehidupan sehari-hari akan memudahkan siswa memahami matematika sebagai pelajaran yang konkret. Strategi ini akan sangat membantu untuk mengubah persepsi siswa yang menganggap matematika sebagai pelajaran abstrak. Guru harus bisa membiasakan diri mengajar dengan menghubungkan materi matematika dengan kehidupan sehari-hari agar siswa mampu menyerap dan menerapkan teori tersebut ke kehidupan nyata. Selain itu, siswa juga akan lebih tertarik mendalami matematika sebagai suatu cabang ilmu yang ilmiah dan berguna.
Number Sense dan Symbol Sense



Dalam menentukan   materi  matematika  untuk setiap jenjang  sekolah  akan lebih baik jika dipahami  benar materi  matematika  yang dapat  dipandang   sebagai  titik peralihan.  Tentu saja hal tersebut  terkait  erat dengan  tujuan  institusional   yang ditetapkan  untuk dieapai. Namun tidaklah  mudah  terlihat   materi yang dapat  dipandang   sebagai  titik peralihan. Banyak  mahasiswa  dan mahasiswi  pendidikan  tinggi yang tidak menyadari  materi matematika  yang merupakan  titik peralihan  dari "aljabar"  ke "kalkulus"  meskipun  telah terampil  menyelesaikan   soal kalkulus.
Dalam pelajaran  kalkulus  jelas  nanyak  dijumpai  bentuk-bentuk   aljabar  seperti  fungsi, polinom  atau suku banyak,  dan sebagainya.   Tetapi  kalkulus  sendiri  berbieara  tentang pendekatan-pendekatan    suatu  nilai yang diawali  dengan  bagian  hitung  differensial.   Ini hanya mungkin  bila ada materi peralihan  yang menjembatani   bagian  matematika  yang saru dengan  bagian  matematika  yang lain, guru dapat  mengatur pembelajarannya dengan  lebih berhati-hati.                                                                                                                            
Bagaimana  dengan  "Aritmetika"  dan "Aljabar"?   Aritmetika  dan aljabar   yang dimaksud adalah yang  menjadi  inti pelajaran  matematika  di jenjang  pendidikan  dasar,  bukan  dalam arti yang lebih tinggi seperti  "aritmetika  transfinit"  ataupun  "aljabar  abstrak".
 Dalam aritmetika  lebih ditekankan  pada sifat-sifat  bilangan.  Pad a aljabar,  meskipun  masih didominasi  oleh penggunaan   bilangan,  sudah  banyak digunakan  simbol-simbol   yang tidak langsung   berupa  bilangan.  Nah, adakah  materi atau obyek  matematika  yang menjadi  titik peralihan  dari aritmetika  ke aljabar?  Obyek matematika  yang dapat dipandang  sebagai titik peralihan  dari aritmetika  ke aljabar  adalah  "variabel"  atau sering juga disebut "peubah". Variabel  atau  peubah  adalah  suatu simbol atau tanda yang belum menunjukkan  anggota  tertentu  dari suatu himpunan. Himpunan  yang dimaksud  biasanya  masih hanya  himpunan  bilangan.  Notasi atau penulisan  variabel  itu dapat  beranekaragam.
Pada tahap awal tidak perlu  langsung  menggunakan   huruf, tetapi dapat  berupa tanda, misalnya   atau  atau .... , yang dapat  diucapkan   dengan  kata "berapa"?  Setelah  siswa memahami  kegunaan  tanda-tanda   itu barulah  diubah  menjadi  huruf n, m, x, y, dan sebagainya.  Penggunaan   huruf sebagai  variabel   akan semakin   banyak  dalam  pelajaran aljabar di SMP, yang umumnya  masih terbatas  diartikan  bilangan  yang belum tertentu atau  belum  diketahui.
Jadi, pada jenjang  sekolah  dasar  penekanan  materi pada aritmatika.  Akan tetapi,  karena pengetahuan  tentang  bilangan  tidak selalu dikaitkan  dengan  operasi  atau pengerjaan hitung, digunakan  istilah  "number  sense" atau "pemahaman   bilangan"  atau "kepekaan atas  bilangan".  Dengan  demikian  number  sense meliputi  hitung  menghitung  dan penggunaan  bilangan  yang tidak  perlu dijumlah  ataupun  dikurangi  dan sebagainya.
Penggunaan  bilangan  tanpa  pengerjaan  hitung itu dapat dijumpai  pada pemberian  nomor rumah, nomor telepon,  mementukan   perkiraan  tertentu  dan lain-lain.  Kegiatan  yang melibatkan  penggunaan  bilangan  seperti  itu belum banyak  muncul  di kurikulum  MI. Kalau di MI penekanan  kepada  "number  sense" maka di MTS atau SMP penekanan kepada  "symbol sense"  karena  simbol-simbol   yang tidak selalu  berarti bilangan  itu banyak digunakan  dalam  matematika  di MTS. Bagian ini merupakan  pendasaran  matematika yang teramat  penting  karena  dengan  aneka  ragamnya  semesta   memungkinkan matematika  digunakan  di berbagai  bidang  kerja atau keilmuan.  Penekanan  semacam  itu diperkirakan   masih akan terpakai  dalam  kurikulum  MI maupun  MTs yang akan berlaku cukup lama.
















BAB IV
NILAI-NILAI DALAM PENDIDIKAN MATEMATIKA

4.1. Arah pembelajaran dan Pengembangan Peserta Didik        
Arah pembelajaran
Salah satu nilai matematika yang diajarkan di sekolah yang terpenting adalah kegunaannya dalam kehidupan riil. Dengan menunjukkan keterkaitan matematika dengan kejadian-kejadian dalam dunia nyata, maka matematika akan dirasakan lebih bermanfaat. Oleh karena itu, salah satu sasaran pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan matematika yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar Matematika lebih giat.
Apabila kemampuan siswa masih di seputar bagaimana melakukan perhitungan yang benar, bagaimana menyelesaikan soal-soal yang diujikan dalam ujian nasional (UN) yang tentunya didominasi dengan pertanyaan seputar perhitungan dan prosedural ansich, dan yang lebih parah kemampuan matematika siswa hanya didasarkan atas hasil akhir dalam lembar jawaban, maka harapan akan meningkatnya kualitas dan mutu kemampuan siswa di bidang matematika horisonal nampaknya masih harus berjuang keras untuk dapat terwujud. Pembelajaran matematika yang tidak membumi seperti ini tidak akan cukup untuk membawa generasi bangsa dalam menjawab tantangan dan persaingan global.
Terkait hal ini, Ipung Yuwono (2005:1) menawarkan model pembelajaran matematika secara membumi (PMB). Model ini diilhami karena selama ini, pembelajaran matematika banyak dipengaruhi oleh pandangan yang menganggap matematika sebagai alat bantu untuk pengetahuan lainnya yang mengakibatkan pola pembelajaran matematika menjadi terpusat pada guru. Guru yang baik adalah guru yang banyak menjelaskan konsep atau algoritma dengan gamblang dan memberikan cara penyelesaian soal-soal dengan cara singkat dan cepat. Proses untuk mendapatkan konsep atau rumus tidak penting, yang utama adalah siswa dapat memperoleh hasil akhir dengan tepat. Pembelajaran demikian lebih menekankan pada “mindless drill” lebih mementingkan keterampilan prosedural dan meminggirkan pemahaman konsep.
Pembelajaran matematika secara membumi (PMB) yang digagas Yuwono (2005) merupakan desain pembelajaran yang mengacu pada konstruktivisme dan mengurangi beberapa kelemahan yang ada dalam pembelajaran yang mengacu pada konstruktivisme. Bentuk modifikasi adalah dengan menambahkan satu langkah pada empat langkah pembelajaran matematika yang mengacu pada pembelajaran matematika realistik. Langkah-langkah pembelajaran matematika realistik adalah sebagai berikut: 1) Memahami masalah kontekstual, 2) Menyelesaikan masalah konstekstual, 3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan 4) Menyimpulkan.
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran matematika dalam pembelajaran matematika secara membumi (PMB) adalah sama dengan langkah pada pembelajaran matematika realistik, namun masih ditambah lagi satu langkah kelima, yakni latihan keterampilan prosedural. Keterampilan prosedural ini dimaksudkan sebagai latihan siswa untuk menginternalisasikan rumus atau algoritma yang diperoleh pada saat pematematikaan vertikal. Dalam PMB, keterampilan prosedural ini diberikan setelah konsep didapat oleh siswa dan juga diwujudkan dalam bentuk tugas rumah yang berupa latihan mengerjakan soal-soal yang telah menjadi rutinitas siswa (Yuwono, 2005).
Dengan demikian, jika pembelajaran matematika dilakukan dengan pendekatan matematika realistik yang ditambahn dengan latihan keterampilan prosedural, maka diharapkan dapat memberikan dampak positif. Dampak positif yang dimaksud adalah berorientasi ganda, yakni memahami matematika secara konsep, memiliki kemampuan untuk bernalar dan pemecahan masalah dan memiliki keterampilan prosedural.  

4.2. Aspek Kognitif, Apektif dan Psikomotor dan Beberapa Nilai lainnya.

A.    Ranah Kognitif
Tujuan kognitif atau Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi.yang meliputi 6 tingkatan:
1.      Pengetahuan (Knowledge), yang disebut C1
Menekan pada proses mental dalam mengingat dan mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah siswa peroleh secara tepat sesuai dengan apa yang telah mereka peroleh sebelumnya. Informasi yang dimaksud berkaitan dengan simbol-simbol matematika, terminologi dan peristilahan, fakta-fakta, keterampilan dan prinsip-prinsip
2.      Pemahaman (Comprehension), yang disebut C2
Tingkatan yang paling rendah dalam aspek kognisi yang berhubungan dengan penguasaan atau mengerti tentang sesuatu. Dalam tingkatan ini siswa diharapkan mampu memahami ide-ide matematika bila mereka dapat menggunakan beberapa kaidah yang relevan tanpa perlu menghubungkannya dengan ide-ide lain dengan segala implikasinya.
3.      Penerapan (Aplication), yang disebut C3
Kemampuan kognisi yang mengharapkan siswa mampu mendemonstrasikan pemahaman mereka berkenaan dengan sebuah abstraksi  matematika melalui penggunaannya secara tepat ketika mereka diminta untuk itu.
4.      Analisis (Analysis), yang disebut C4
Kemampuan untuk memilah sebuah informasi ke dalam komponen-komponen sedemikan hingga hirarki dan keterkaitan anta ride dalam informasi tersebut menjadi tampak dan jelas.

5.      Sintesis (Synthesis) , yang disebut C5
Kemampuan untuk mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk sebuah struktur  yang unik dan system. Dalam matematika, sintesis melibatkan pengkombinasian dan pengorganisasian konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika untuk mengkreasikannya menjadi struktur matematika yang lain dan berbeda dari yang sebelumnya.
Kegiatan membuat penilaian berkenaan dengan nilai sebuah ide, kreasi, cara, atau metode. Evaluasi dapat memandu seseorang untuk mendapatkan pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik, penerapan baru dan cara baru yang unik dalam analisis atau sisntesis.

B.     Ranah  Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa, sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya. Bila seseorang memiliki penguasaan kognitif yang tinggi, ciri-ciri belajar efektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Misalnya; perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Ada beberapa kategori dalam ranah afektif sebagai hasil belajar; (a) Receiving/ attending/ menerima/ memperhatikan. (b) Responding/ menanggapi. (c) Valuing/ penilaian. (d) Organization/ Organisasi. (e) Characterization by a value or value complex/ karakteristik nilai atau internalisasi nilai.
Receiving/ attending/ menerima/ memperhatikan adalah semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, control dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. Receiving  juga diartikan sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu  objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka dan mereka mempunyai kemauan menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasi diri dengan nilai itu.
Responding/ menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif atau kemampuan menanggapi, kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. Valuing/ penilaian, menilai atau menghargai artinya memeberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu idak dikerjakan kan memebrikan suatu penyesalan. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena baik atau buruk.
Organization/ Organisasi yakni pengembangan dari nilai ke dalam suatu sistem organisasi, termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk kedalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai dan lain-lain. Characterization by a value or value complex/ karakteristik nilai atau internalisasi nilai adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang  mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam hierarki nilai.
Bentuk-bentuk aktivitas dalam pembelajaran matematika
1)      Menerima: Siswa menanyakan perbandingan perbandingan senilai dan perbandingan berbalik nilai.
2)      Menanggapi: Siswa mengerjakan soal yang diberikan guru tentang perbandingan senilai.
3)      Menilai: Siswa melengkapi jawaban temannya yang di tampilkan di depan kelas.
4)      Mengelola: Siswa dapat mengubah bilangan persen ke bentuk decimal.
5)      Menghayati:  Siswa melengkapi catatan matematikanya serta membuat tugas yang diberikan guru.

C.     Ranah Psikomotor
Ranah Psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skiil) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Adapun kategori dalam ranah psikomotor; (a) Peniruan, (b) Manipulasi, (c) Pengalamiahan, (d) Artikulasi.
Struktur dari taksonomi Bloom (setelah di revisi)
A.Struktur dari dimensi proses kognitif.

1. Mengingat
Dapat mengingat kembali pengetahuan yang diperoleh dalam jangka waktu yang lama

2. Mengerti
Membangun makna dari pesan-pesan instruksional, termasuk lisan, tulisan, dan grafik komunikasi, termasuk di dalamnya:
a.       Interpreting (menerjemahkan)
b.      Exemplifying (Mencontohkan)
c.       Classifying ( Mengklasifikasikan)
d.      Summarizing (Meringkas)
e.       Inferring (Menyimpulkan)
f.       Comparing Membandingkan)
g.      Explaining (Menjelaskan)

3. Menerapkan
Melaksanakan atau menggunakan prosedur dalam suatu situasi tertentu

4. Menganalisis
Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian yang satu dengan yang lainnya.

5. Mengevaluasi
Kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi, nilai atau ide atau mampu melakukan penilaian berdasarkan kriteria dan standar

6. Berkreasi
Kemampuan menyusun unsur-unsur untuk membentuk suatu keseluruhan koheren atau fungsional, mereorganisasi unsur ke dalam pola atau struktur baru, termasuk didalamnya:
a.       Generating (hipotesa)
b.      Planning (Perencanaan)
c.       Producing ( Penghasil)
Kata Operasional dari dimensi proses taksonomi Bloom
         Mengingat - Mengenali, daftar, menjelaskan, mengidentifikasi, mengambil, penamaan, mencari, menemukan
         Memahami - meringkas, menyimpulkan, parafrase, mengklasifikasi, membandingkan, menjelaskan, mencontohkan
         Menerapkan - Menerapkan, melaksanakan, menggunakan, melaksanakan
         Menganalisis - Membandingkan, mengorganisir, dekonstruksi, menghubungkan, menguraikan, menemukan, penataan, mengintegrasikan
         Mengevaluasi - Memeriksa, hypothesising, mengkritisi, percobaan, penilaian, pengujian, Mendeteksi, Monitoring
         Menciptakan - merancang, membangun, perencanaan, menghasilkan, menciptakan, merancang, membuat

Jika isi adalah subjek-materi yang spesifik maka akan memerlukan banyak taksonomi karena ada materi (misalnya, satu untuk ilmu pengetahuan, satu untuk sejarah, dll). Kemudian, jika isi dianggap  ada di luar siswa, maka timbul permasalahan bagaimana untuk mendapatkan isi dalam siswa. Ketika isi di dalam siswa, itu menjadi pengetahuan yang dimiliki oleh siswa. Transformasi ini pengetahuan diperoleh melalui proses-proses kognitif yang digunakan oleh siswa. Sehingga dibedakan atas 4 jenis pengetahuan


1.      Pengetahuan faktual (Factual Knowledge)
Yaitu elemen dasar dimana siswa harus tahu akan berkenalan dengan disiplin atau memecahkan masalah di dalamnya. Termasuk di dalamnya pengetahuan terminologi dan pengetahuan tentang rincian spesifik dan unsur.
2.      Pengetahuan konseptual (Conceptual Knowledge)
Yaitu hubungan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar yang memungkinkan mereka untuk berfungsi bersama-sama. Diantaranya: Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan generalisasi, Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.
3.      Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge)
Yaitu bagaimana melakukan sesuatu atau penyelidikan, dan kriteria untuk menggunakan keterampilan, teknik, dan metode. Diantaranya: Pengetahuan tentang subyek-keterampilan khusus, pengetahuan subjek-teknik khusus dan metode, pengetahuan kriteria untuk menentukan ketika untuk menggunakan prosedur yang tepat.
4.      Pengetahuan metakognitif (Metacognitive Knowledge)
Yaitu pengetahuan kognisi secara umum serta kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi sendiri. Diantaranya: Pengetahuan strategis, pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif, termasuk sesuai kontekstual dan kondisi  pengetahuan, Pengetahuan dir











BAB V
KIAT GURU MATEMATIKA
5.1.  Melihat Masa Depan            
             Juru Taksir – menyusun dan menganalisa data statistic untuk menghitung probabilitas kematian, sakit, cedera, cacat, pengangguran, pension, dan kerugian meteriil; merancang rencana-rencana asuransi dan pensiun dan menjamin bahwa rencana-rencana itu dilaksanakan di atas basis keuangan yang bagus.

Guru Matematika – memperkenalkan kepada murid-murid kekuatan dan keindahan dari matematika dalam pelajaran matematika di sekolah dasar, sekolah menengah pertama, atau sekolah menengah atas.
 
Analisis riset operasi – membantu organisasi-organisasi (manufaktur, penerbangan, militer) dalam mengembangkan solusi-solusi paling efisien dan efektif biaya terhadap operasi-operasi dan problem-problem organisasi; termasuk di dalamnya penyusunan strategi, prediksi, pengalokasian sumber daya, penataan fasilitas, pengendalian inventaris, perencanaan personalia, dan siste-sistem pendistribusian.

Ahli Statistik – mengumpulkan, menganalisa, dan menyajikan data numeric yang dihasilkan dari survey dan eksperimen.


5.2.  Meningkatkan Kemampuan Diri Guru

Meningkatkan kemampuan Guru matematika adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri Guru yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Guru dalam melaksanakan tugasnya harus mampu mengembangkan berbagai metode dan strategi pembelajaran matematika serta dapat mengkombinasikan beberapa metode mengajar. Karena pada hakikatnya mengajar adalah membantu siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, cara berpikir, saran untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar. Sehingga hasil akhir dari suatu proses pembelajaran adalah tumbuhnya kemampuan siswa yang tinggi untuk dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif di masa yang akan datang. Jadi proses pembelajaran tidak hanya memiliki makna deskriptif dan kekinian, tetapi bermakna prospektif dan berorientasi ke masa depan.
Unsur yang paling penting dalam mengajar adalah merangsang serta mengarahkan siswa untuk belajar dalam berbagai macam cara yang mengarahkan pada tujuan. Akan tetapi, apapun subjeknya mengajar pada hakekatnya bukan hanya sekedar menolong siswa untuk memperoleh pengetahuan tingkah lakunya. Cara mengajar guru merupakan kunci bagi siswa untuk belajar dengan baik.
Untuk mencapai proses mengajar yang efektif dan efesien, tidak hanya di capai dengan metode yang bersifat “teacher center” atau pengajaran satu arah yang berpusat pada guru. Pembelajaran yang dilakukan seperti ini mengakibatkan siswa menjadi malas dan kurang bergairah dalam menerima pelajaran. Salah satu penyebab kurang berpartisipasinya siswa dalam pembelajaran matematika di kelas adalah pendekatan yang kurang tepat yang digunakan oleh guru dalam mengajar.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mancari suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dapat melibatkan siswa aktif, berkualitas dan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
           
5.3.  Strategi, Pendekatan, Metode dan Teknik            
A.    Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan (approach) pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan sisiwa. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) Pendekatan yang bersifat metodelogik, berkenaan dengan cara siswa mengadaptasi konsep yang disajikan ke dalam struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara guru menyajikan bahan tersebut. (2) Pedekatan material adalah pendekatan pembelajaran matematika dimana dalam menyajikan konsep matematika melalui konsep matematika lain yang telah dimiliki siswa.
B.     Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu:
1)      exposition-discovery learning
2)      group-individual learning
Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
         Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
         Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
         Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
         Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
         Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
         Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
         Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
         Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
C.     Metode Pembelajaran
Metode Pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang bersifat umum. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: ceramah; Tanya jawab; diskusi; belajar kooperatif; demonstrasi; ekspositori; penugasan; experimen; dan sebagainya.

1. Metode ceramah
Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran secara lisan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar itu.

2. Metode tanya jawab
Metode tanya jawab dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa. Dengan mengajukan pertanyaan yang terarah, siswa akan tertarik dalam mengembangkan daya pikir. Kemampuan berpikir siswa dan keruntutan dalam mengemukakan pokok – pokok pikirannya dapat terdeteksi ketika menjawab pertanyaan.

3. Metode diskusi
Metode diskusi adalah cara pembelajaran dengan memunculkan masalah. Dengan metode diskusi keberanian dan kreativitas siswa dalam mengemukakan gagasan menjadi terangsang, siswa terbiasa bertukar pikiran dengan teman, menghargai dan menerima pendapat orang lain, dan yang lebih penting melalui diskusi mereka akan belajar bertanggung jawab terhadap hasil pemikiran bersama.

4. Metode belajar kooperatif
Dalam metode ini terjadi interaksi antar anggota kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. Model belajar kooperatif yang sering diperbincangkan yaitu belajar kooperatif model jigsaw yakni tiap anggota kelompok mempelajari materi yang berbeda untuk disampaikan atau diajarkan pada teman sekelompoknya.

5. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memeragakan suatu proses kejadian. Metode demonstrasi biasanya diaplikasikan dengan menggunakan alat – alat bantu pengajaran seperti benda – benda miniatur, gambar, dan lain – lain.

6. Metode ekspositori atau pameran
Metode ekspositori adalah suatu penyajian visual dengan menggunakan benda dua dimensi atau tiga dimensi, dengan maksud mengemukakan gagasan atau sebagai alat untuk membantu menyampaikan informasi yang diperlukan.

7. Metode penugasan
Metode ini berarti guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini dapat mengembangkan kemandirian siswa, meransang untuk belajar lebih banyak, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, dan membina kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi. Tetapi dlam metode ini sulit mengawasi mengenai kemungkinan siswa tidak bekerja secara mandiri.

8. Metode eksperimen
Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan percobaan. Dengan melakukan eksperimen, siswa menjadi akan lebih yakin atas suatu hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa.
IV. Teknik Pembelajaran
Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas.















BAB VI
TANTANGAN PENDIDIKAN GURU

6.1.  Matematikawan dan Pendidikan Matematika
Matematikawan adalah seseorang yang bidang studi dan penelitiannya dalam bidang matematika. Istilah ini juga ditujukan kepada orang yang ahli ilmu Matematika.
Sebagian orang percaya bahwa matematika telah dimengerti secara keseluruhan, padahal masih banyak masalah yang belum terpecahkan. Penelitian di berbagai bidang matematika terus berlangsung, dan penemuan baru di matematika dipublikasikan dalam jurnal ilmiah. Banyak jurnal yang memang khusus untuk matematika dan banyak juga mengenai subjek yang mengaplikasikan matematika (misalnya ilmu komputer teoritis dan fisika teoritis).
Tidak seperti sains, pada penelitian matematika secara umum tidak melakukan eksperimen. Di matematika, kebenaran diturunkan dari kebenaran lain yang telah diketahui sebelumnya. Kalaupun eksperimen dengan komputer dan data numeris terlibat, hasil akhir yang diharapkan adalah pembuktian teorema.
Perhitungan bukanlah bagian besar dari penelitian matematika, dan matematikawan tidak perlu memiliki kemampuan hebat dalam menjumlahkan atau mengalikan angka. Lihat kalkulator mental tentang orang-orang yang hebat dalam melakukan perhitungan dalam kepalanya.
Matematikawan bisanya tertarik untuk menemukan dan mendeskripsikan pola-pola yang mungkin sebelumnya muncul dari masalah perhitungan, namun kini telah terabstraksi menjadi masalah yang berdiri sendiri. Masalah-masalah matematis bisa muncul dari fisika, ekonomi, permainan, generalisasi matematika sebelumnya, maupun masalah yang memang dibuat sebagai tantangan untuk dipecahkan. Walaupun sebagian besar matematika tidak langsung berguna, sejarah telah menunjukkan bahwa pada akhirnya ilmu tersebut bisa diaplikasikan. Contohnya, teori angka pada awalnya tidak memiliki kegunaan praktis, namun setelah ditemt sangat berguna untuk algoritma dan kriptografi.

6.2.  Pendidikan Guru Matematika        
Dalam proses pembelajaran matematika, tentu saja sering kali siswa juga mengalami kesulitan dengan aktivitas belajarnya. Oleh karena itu, guru perlu memberikan bantuan kepada siswa dalam pembelajaran matematika. Pemberian bantuan memungkinkan siswa memecahkan masalah, melaksanakan tugas atau mencapai sasaran yang tidak mungkin diusahakan siswa sendiri. Bantuan merupakan semua strategi yang digunakan guru dalam membantu usaha belajar siswa melalui campur tangan yang bersifat memberi dukungan; bentuknya bisa berbagai macam, tetapi semuanya bertujuan untuk memastikan agar siswa mencapai sasaran yang berapa di luar jangkauannya.
Bantuan yang bisa diberikan guru, misalnya, pemberian petunjuk kecil, pemberian model prosedur penyelesaian tugas, pemberitahuan tentang kekeliruan dalam langkah pengerjaan soal, mengarahkan siswa pada informasi tertentu, menawarkan sudut pandang lain dan usaha menjaga agar rasa frustrasi siswa terhadap tugas tetap berada pada tingkat yang masih dapat ditanggung. Bantuan menjadi penanda interaksi sosial antara siswa dan guru yang mendahului terjadinya internalisasi pengetahuan, keterampilan, dan disposisi, dan menjadi alat pembelajaran yang dapat mengurangi kebingungan sehingga meningkatkan kesempatan siswa mengalami perkembangan (Roehler & Cantlon, 1997).
Implementasi dan tantangan Gagasan dan pemikiran yang disampaikan oleh para pakar pendidikan matematika di atas memberikan sebersit harapan dan menumbuhkan optimisme akan masa depan pembelajaran matematika di sekolah yang lebih baik dan bermutu. Namun, masih juga tersisa keraguan dalam implementasinya ketika pulang kembali di sekolah dan menatap realitas pembelajaran matematika di kelas-kelas kita.
Sisdiknas yang memberi kewenangan kepada guru untuk melakukan evaluasi terhadap siswa ajarnya, atau yang terbaru dengan KTSP di mana dalam KTSP tersebut juga mensyaratkan bahwa dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai situasi (contextual problem). Dengan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Namun, kalau kemudian pemerintah tetap memberlakukan UN, apakah ini tidak kontradiktif?.
Tantangan lain adalah bagaimana guru mengusahakan bahan ajar dalam pembelajaran matematika yang kontekstual dan realistik. Sejauh ini buku ajar matematika yang dipakai di sekolah jauh sekali dari yang namanya konsep matematika konstruktif atau realistik. Guru mau tidak mau dituntut untuk bekerja keras dan terus belajar. Masalah kontekstual dan realistik tidak mungkin ditemukan jika guru hanya diam ”berpangku tangan”guru mesti terus bergerak, menggali, dan terus-menerus berusaha membumikan konsep matematika dengan menemukan hubungan atau keterkaitan bahan ajar matematika dan persoalan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tantangan bahan ajar yang belum tersedia sebenarnya juga bisa menjadi peluang bagi guru untuk menyusun bahan ajar sendiri.


BAB VII
TANTANGAN PENDIDIKAN GURU MATEMATIKA DI MALUKU

7.1. Tantangan dan Hambatan Guru Matematika di Maluku    
Menjadi guru di bagian timur Indonesia khususnya daerah Maluku bukanlah hal yang biasa-biasa, karena banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah kemajuan teknologi. Pembelajaran dengan papan tulis atau whiteboard selalu menjadi hal yang dianggap wajar.
Pemahaman siswa terhadap konsep matematika tidak mudah diperoleh tanpa media yang memadai dan kreativitas guru sebagai tenaga pengajarnya. Tersedianya media belajar yang memadai di sekolah tidak akan berarti apa-apa jika guru sebagai fasilitator tidak mampu berpikir kreatif dalam memanfaatkan media untuk menyampaikan konsep-konsep dalam pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika diperlukan contoh-contoh nyata yang mudah dipahami agar siswa dapat menemukan konsep-konsep yang abstrak dalam pelajaran matematika. Namun tidak mudah mencari contoh-contoh nyata agar siswa mudah untuk menemukan dan memahami konsep-konsep matematika yang sulit.
Misalnya dalam pembelajaran geometri ruang dan geometri bidang, tentu diperlukan media visual yang tepat. Untuk menggambarkan beberapa bidang dan bangun ruang kita dapat menggunakan software lalu memancarkanya dengan projector salah satunya adalah geogebra. Selain itu terdapat salah satu aplikasi bernama Microsoft mathematic yang dapat memudahkan guru dalam mengajar khususnya bidang matematika.
Dengan adanya aplikasi-aplikasi pendukung dalam pembelajaran matematika tentunya diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang efisien dan menyenangkan. Namun kemudian dengan adanya aplikasi-aplikasi tidak akan berarti apa-apa jika guru sebagai fasilitator tidak dapat menggunakannya. Guru harus belajar agar dapat menggunakan aplikasi-aplikasi ini dengan baik sehingga dapat membantu peserta didiknya lebih mudah dalam memahami konsep-konsep pelajaran matematika.


7.2. Solusi untuk Meningkatkan Kualitas Guru dan Peserta Didik
 Ada tiga solusi penting untuk meningkatkan kualitas Guru dan Peserta didik
1.       Para guru harus memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik. Tukar pikiran tersebut bisa dilaksanakan dalam perternuan guru sejenis di sanggar kerja guru, ataupun dalam seminar-seminar yang berkaitan dengan hal itu. Kegiatan ilmiah ini hendaknya selalu mengangkat topik pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil pertemuan bisa digunakan secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Hanya perlu dicatat, dalam kegiatan ilmiah semacam itu hendaknya faktor-faktor yang bersifat struktural administrative harus disingkirkan jauh-jauh. Misalnya, tidak perlu yang memimpin pertemuan harus kepala sekolah.

2.      Akan lebih baik kalau apa yang dibicarakan dalam pertemuan- pertemuan ilmiah yang dihadiri para guru adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para guru sendiri. Dengan demikian guru harus melakukan penelitian. Untuk itu perlulah anggapan sementara ini bahwa penelitian hanya dapat dilakukan oleh para akademisi yang bekerja di perguruan tinggi atau oleh para peneliti di lembaga-lembaga penelitian harus dibuang jauh-jauh. Justru sekarang ini perlu diyakini pada semua fihak bahwa hasil-hasil penelitian-penelitian tentang apa yang terjadi di kelas dan di sekolah yang dilakukan oleh para guru adalah sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab para gurulah yang nyata-nyata memahami dan manghayati apa yang terjadi di sekolah, khususnya di kelas.

3.       Guru harus membiasakan diri untuk mengkomunikasikan hasil penelitian yang dilakukan, khususnya lewat media cetak. Untuk itu tidak ada alternatif lain bagi guru meningkatkan kemampuan dalam menulis laporan